Senin, Februari 02, 2009

ILHAM-ILHAM DARI ALLAH

Sejak kecil, saya selalu berangan-angan untuk dapat mengenal Tuhan. Saya mempunyai keinginan yang besar untuk dapat melakukan ibadat dan sujud yang sempurna kepada Allah, bukan ibadat yang hanya ikut-ikutan tanpa mengerti arti dan maknanya, bukan pula yang hanya untuk berpura-pura (sebagai kedok) di masyarakat.

Tanpa pernah berputus asa, saya terus menerus berusaha untuk menemukan cara beribadat dan sujud yang sempurna itu, hingga akhirnya membuahkan hasil berupa ilham-ilham yang berasal dari Allah sendiri.

1. Ilham Pertama

Ketika saya berumur kira-kira 15 tahun, terjadi pengungsian dari kota Bandung ke Majalaya akibat serangan balatentara Jepang terhadap Belanda. Dalam pengungsian itu, saya tinggal di rumah paman di Kampung Cibuntu, Majalaya.

Ketika itu bulan Februari tahun 1942, saya sedang berada di rumah paman saya, dan tidak pergi kemana-mana. Dalam keadaan antara tidur dan tidak, tiba-tiba saya melihat seolah-olah tanah tempat saya duduk membelah, dan saya masuk kedalamnya. Kemudian, detik itu juga saya telah berada di padang pasir Tanah Suci Mekkah. Saya bertemu dengan seorang lelaki tampan yang tampak bercahaya. Ia mengenakan jubah berwarna kehijauan yang tampak berkilau-kilauan.

Ketika saya bertanya-tanya dalam hati, siapakah lelaki itu, tiba-tiba terdengar suara gaib (tidak kelihatan wujudnya) berkata, “itu nabimu Muhammad SAW.”

Maka saya pun segera menyampaikan salam kepada beliau, “Assalamualaikum ya Rasulullah.”

Beliau menjawab, “Wa’alaikum salam.”

Setelah itu beliau memberi berbagai petunjuk tentang di mana adanya Tuhan, dan bagaimana cara bersujud atau beribadat yang sempurna kepadaNya. Setelah selesai, saya pun kembali ke tempat semula, yaitu rumah paman saya.

2. Ilham Kedua

Ilham kedua saya terima pada akhir tahun 1945. waktu itu saya ikut berjuang dan menjadi anggata Tentara Hizbullah Batalyon I kota Bandung di bawah pimpinan Dan Yon Bapak Husinsyah.

Ilham itu saya terima pada suatu malam ketika saya sedang tidur di sebuah mesjid di daerah Gedebage, Ujung Berung, Bandung Timur. Ketika itu, dalam keadaan antara tidur dan tidak saya berperasaan seolah-olah mesjid tersebut tidak beratap sama sekali. Saya dapat melihat jelas bulan sabit di langit yang sangat bersih, tidak berawan sedikitpun ; dan di dekat bulan sabit itu terlihat tulisan Arab yang berbunyi “Ya Ibrahima Alaihi Salam”.

Ketika saya sedang memikirkan apa hubungan antara bulan sabit dengan tulisan Arab tersebut, tiba-tiba terdengar suara gaib yang berkata, “Caramu mencari Aku seperti halnya Nabi Ibrahim dahulu, tidak mudah percaya begitu saja.”

Kemudian saya bertanya, “Siapakah yang berkata ini ?”

Lalu terdengar jawaban, “Aku Allah, Tuhanmu.”

“Di manakah Engkau berada, ya Allah ?”

Lalu dijawabnya pula, “Aku ada bersamamu, di mana kamu ada Aku ada.”

3. Ilham Ketiga (Terakhir)

Ilham yang terakhir saya terima pada awal tahun 1956. Pada waktu itu saya tinggal di Kampung Warung Contong, Cimahi, Bandung.

Pada suatu malam, dalam keadaan antara tidur dan tidak, saya dibawa atau di mi’rajkan ke padang pasir Tanah Suci Mekkah. Berbeda dengan ketika saya mendapat ilham pertama, maka pada saat menerima ilham terakhir ini, saya tidak lagi merasakan hal-hal yang aneh (misalnya bumi terbelah, dsb.), melainkan langsung saja berada di Mekkah.

Di sana Allah memperlihatkan kepada saya orang-orang yang sedang berkumpul di padang pasir, berpakaian serbaputih. Mereka semua tampak berterbangan ke atas dan kemudian turun kembali, seperti halnya batu yang jatuh setelah kita lemparkan. Jadi, terbang mereka tidak sampai ke langit.

Kemudian seorang wanita cantik memberikan sebuah jubah yang sangat indah pada saya dan menyuruh saya untuk mengenakannya. Setelah jubah itu saya kenakan, terdengar suara gaib yang memerintahkan saya untuk menengok ke atas langit. Di langit itu tampak sebuah lubang sebesar nyiru atau tampah., dan saya diterbangkan lurus ke atas dengan kecepatan yang luar biasa memasuki lubang tersebut. Saya sampai di suatu tempat yang luas, indah, nyaman dan harum semerbak.

Saya lalu berpikir, mengapa orang-orang lain yang saya lihat sebelumnya tidak ada yang sampai ke tempat tersebut. Seketika itu juga terdengarlah lagi suara gaib yang mengatakan, “Banyak umatKu sebelum kamu, tapi semuanya belum sampai kepadaKu, baru kamu seorang diri saja.”

Kemudian saya mendapat bermacam-macam petunjuk langsung yang jelas dan gambling dari Allah SWT sehingga dapat mengetahui di mana adanya Allah dan bagaimana cara untuk bersujud atau beribadat yang sebenarnya dengan mendapat ridho Allah dari dunia sampai akhirat.

Mungkin banyak di antara para pembaca yang bertanya-tanya dalam hati, apa yang menyebabkan saya sampai bisa mendapat ilham-ilham tersebut. Baiklah, hal itu akan saya jelaskan pada bagian berikut.

Sejak saya lulus SD (vervolg) tahun 1939 dan kemudian melanjutkan ke ST Ambachtsleergaang hingga tahun 1941, saya juga belajar mendalami agama Islam pada guru-guru agama Islam yang sudah berpengalaman luas. Di samping itu, saya juga mempelajari berbagai ilmu yang pada waktu itu saya harapkan dapat membuat saya bisa mengenal Tuhan secara langsung.

Pelajaran-pelajaran agama Islam yang saya dapat dari para guru saya kemudian saya bandingkan dengan kenyataan yang ada dengan menggunakan akal sehat saya sendiri. Ternyata, dari pembandingan tersebut banyak hal yang bertentangan. Dalam hal ini saya ambil contoh mengenai kisah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW dan wahyu-wahyu yang diterima beliau.

Kalau kita membaca terjemahan-terjemahan Al Quran dalam bahasa Indonesia, selalu ditulis bahwa Allah memberikan petunjuk secara langsung kepada para nabi sebelum Nabi Besar Muhammad SAW. Misalnya ketika Allah berfirman kepada Nabi Musa alaihi salam : “Kalamullahu Musa Takliman”. Juga kepada Nabi Ibrahim as, Nabi Ismail as, Nabi Yakub as dan sebagainya.

Lalu, mengapa ketika kepada Nabi Besar Muhammad SAW petunjukNya tidak diberikan langsung, melainkan melalui Malaikat Jibrail ? Apakah Allah tidak bisa berfirman langsung kepada beliau tanpa melalui malaikat Jibrail ? Di manakah adanya Allah dan malaikat Jibrail sebenarnya ?

Kemudian, bagaimanakah sebenarnya peristiwa Isra’ Mi’rajnya Nabi Muhammad itu, karena masih saja ada dua pendapat yang berlainan mengenai hal ini : yang satu berpendapat bahwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW itu dengan jasmaninya, sedangkan yang lain berpendapat hanya dengan rohaninya saja.

Nah, pikiran-pikiran yang selalu ingin tahu seperti itulah yang merupakan salah satu penyebab saya mendapatkan ilham dari Allah. Selain itu, saya juga tak pernah merasa puas dalam mempelajari berbagai ilmu yang saya harapkan dapat membuat saya dapat mengenal Tuhan secara langsung, seperti yang saya tuliskan di atas. Jika ilmu yang saya pelajari itu saya anggap memakai perantara dalam amalan-amalannya, maka saya segera berhenti mempelajarinya dan mencoba mencari ilmu lain yang langsung kepada Tuhan. Namun ternyata pada saat itu saya tidak atau belum menemukan ilmu yang sesuai dengan keinginan saya tersebut, hingga akhirnya saya mendapatkan sendiri ilham-ilham dari Allah SWT.

Setelah saya mendapat ilham-ilham dari Allah, maka akhirnya semua pertanyaan yang tersimpan dalam hati saya itu dapat terjawab dengan jelas dan gamblang.

Pada waktu itu, saya bertanya kepada Allah SWT, “Ya Allah, sebenarnya Engkau itu ada di mana ? Begitu pula, di manakah adanya malaikat-malaikat itu?”

Allah menjawab, “Aku ada bersamamu, di mana kamu ada Aku ada. Sedangkan malaikat-malaikat yang harus kau ketahui seperti Jibrail, Mikail, Israfil, Ijrail, Munkarun, Wanakir, Rokib, Atid, Ridwan dan Malik pun ada bersamamu, juga bersama orang-orang lainnya.”

Atas dasar jawaban Allah SWT itu, jelaslah bagi kita bahwa Allah bisa saja memberi petunjuk atau firman melalui malaikat ataupun langsung, karena baik Allah sendiri maupun para malaikat itu ada bersama kita.

Kemudian saya menanyakan tentang Isra’ Mi’rajnya Nabi Muhammad SAW, “Ya Allah, lalu mengapa kemudian Nabi Muhammad bertemu Engkau di langit, padahal Engkau ada bersamanya ?”

Lalu Allah menjawab, “Bukan begitu, tetapi dia pergi bersamaku ke langit karena dia tak bisa apa-apa tanpa aku. Lalu sampai di atas, Aku perintahkan dia sesuai dengan apa yang kau laksanakan sekarang ini (shalat lima waktu dalam sehari semalam).” Allah juga menjelaskan bahwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW itu hanyalah dengan rohaninya, tidak beserta jasmaninya. Atas kekuasaannya, Allah dapat saja mewujudkan rohani Nabi Besar Muhammad SAW sehingga dapat dilihat oleh kafilah-kafilah antara Masjidil Haram sampai dengan Masjidil Aqsa.

Jelasnya, apa yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW dapat pula terjadi pada kita jika kita sudah menguasai pelajaran melancong gaib. Hal ini dapat dilihat dari laporan-laporan para murid pada bagian lain buku ini.

4. Allah yang Mahatunggal

Dari ilham-ilham Allah yang telah saya ungkapkan dalam tulisan di atas, maka jelaslah bagi kita bahwa Tuhan ada bersama kita, namun dulu tak kita sadari.

Sebetulnya jika kita perhatikan baik-baik, banyak petunjuk yang menyiratkan tentang hal itu, baik petunjuk yang berasal dari Allah sendiri dalam Al Quran, maupun yang berasal dari orang-orang tua kita zaman dulu.

Dalam kitab suci Al Quran surat Al Hadiid ayat 4 Allah berfirman : “Wahuwa maakum aenama kuntum wallahu bima ta maluna basir”, yang artinya : “Di mana kamu ada Aku ada, dari itu Aku melihat saja apa yang kau lakukan”.

Lalu ada pula firman Allah yang berbunyi : “Wanahnu akroba illaihi min hablil warid”, yang artinya : “Aku lebih dekat kepadamu daripada kedua urat nadimu”, atau : “Wallahu maakum”, yang artinya : “Aku bersamamu”.

Juga dalam Al Hadist, Nabi Besar Muhammad SAW bersabda : “Man arofa napsahu fakod arofa robbahu”, yang artinya : “Ketahuilah dahulu dirimu, nanti kamu akan mengetahui Tuhanmu”.

Arti sabda ini sesuai pula dengan kata-kata yang diucapkan oleh orang-orang tua dari Jawa Tengah dengan Bahasa Jawa : “Nek kowe arep weruh akune, goleki disik ingsune”. Demikian pula orang-orang Sunda (Jawa Barat) mengatakan : “Ari Allah nu teu bukti disebutkeun wujud pasti weleh medem teu kaharti lamun can nyaho kadiri”.

Arti atau maksud dari ketiga bahasa tersebut di atas jelas menunjukkan bahwa Tuhan tidak berada di mana-mana, tetapi setiap saat ada bersama kita. Karena itu, kita tak bias apa-apa tanpa Dia, lahaola wala kuwwata illa billahil aliyul azim. Kita digerakkan, diberi macam-macam nikmat serta rahmat oleh Allah SWT, bukan oleh yang lain. Oleh karena itu, kalau kita merasa digerakkan, diberi nikmat serta rejeki oleh Allah dan jika kita mengakui bahwa Allah itu Yang Mahasegala-galanya, janganlah kita sekali pun meminta selain kepada Allah atau meminta kepada Allah dengan memakai perantara-perantaraan. Hal seperti itu berarti musrik.

Ingatlah, Allah dan kita itu tidak ada antaranya lagi seperti gula dengan manisnya, atau seperti api dengan panasnya. Habis gulanya habis manisnya, habis apinya habis panasnya. Kita pun demikian, jika tiada Tuhan yang menggerakkan kita, itu berarti mati.

Tentunya diantara para pembaca ada yang berpikir dengan bertanya-tanya dalam hati, “Kalau Tuhan bersatu dengan kita, berarti Tuhan itu banyak ; di si A ada Tuhan, di si B, si C dan lain-lainnya pun ada Tuhan karena Tuhan bersama mereka masing-masing.”

Sebetulnya tidaklah begitu, Tuhan dikatakan satu bukan satu seperti bilangan biasa, tetapi Mahatunggal. Dikatakan satu bukan bentuknya, karena Allah tidak ada bentuknya di dunia maupun di akhirat. Kalau ada yang mengatakan bahwa kita akan bertemu Allah di akhirat, hal itu tidaklah benar. Allah itu dikatakan satu zatNya, sifatNya, asmaNya dan afalNya. Jadi zat Allah yang ada di si A sama saja dengan yang ada pada si B, si C, si D dan lain-lainnya, juga pada sekalian mahluk yang hidup. Karena itulah Allah dikatakan sebagai Yang Mahatunggal. Sebagai contoh, jika kita memohon kepada Allah selalu kita katakan “Ya Allah ya Tuhanku Yang Mahakuasa, saya mohon…”

Tidak pernah kita katakan Ya Allah ya Tuhan Muhammad atau Tuhan bapaku atau nenekku. Tapi jika kita sedang beramai-ramai dapat kita katakana “Ya Allah Ya Tuhan kami.”

Kita dapat merasakan dan membuktikannya sendiri bahwa setiap orang lain-lain gerak atau tingkah lakunya, sesuai dengan kemauan atau kehendaknya masing-masing. Kalau Tuhan dikatakan satu sebagaimana bilangan atau hitungan satu biasa, maka kita semua berada dalam satu komando, jalan satu jalan semua, tidur satu tidur semua dan sebagainya. Namun kita tidaklah begitu, kita bergerak dengan akal dan kemauan kita sendiri. Namun semua gerakan itu digerakkan oleh Zat Allah, karena tanpa Zat Allah kita tidak dapat berbuat apa-apa (mati).

6 komentar:

  1. maaf, ini pengalaman mas samsul atau siapa ? tidk ada kesesuaian usia nih kayanya ? seorang pejuang 45 koq usianya masih muda !

    BalasHapus
  2. bos ane anak ikda tulen,anak ikda jakarta pusat kemayoran,ane ada dengan pak yusuf hingga akhir hayatnya,beliau meningal pada tahun 2009..ane masuk ikda sejak 1994 ente kapan? yang ane pengen tanya kenapa sejarah pak yusuf ente masukkan di internet ane takut jadi salah pemahaman...
    ikda adlah ilmu tauhid dan tidaksemua orang mengerti apa itu tauhid,ane cuma pesan tlg jaga ilmu ini dengan sebaik baiknya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf mas boleh saya minta nomer hapenya ?

      Hapus
  3. asalam , maaf saya juga pengikut pelajaran ini , tapi kenapa mesti di posting di blog internet , toloong mas admin alangkah baiknya di hapus jangn di sebarluaskan di internet takut kesalapahaman , dan demi kehormatan beliau alm. bpk moh yusuf suparta

    BalasHapus
  4. Salam ikda, mas saya orang ikda ,tolong di hapus aja itu ,takut di salah gunakan,

    BalasHapus

Berkomentar boleh, tapi dengan wajah hati yang sejuk dan damai sehingga ada cahaya illahi yang memancar keluar menjadi suatu keindahan dalam perbedaaan